Teori (Pengertian, Faktor, Gejala, dan Dimensi) Kepuasan Kerja Menurut Para Ahli

Daftar Isi
Pengertian dan Teori Kepuasan Kerja Menurut Para Ahli - Hal menarik dalam sebuah pekerjaan adalah seberapa puas karyawan dengan kerjanya sendiri. Banyak perusahaan yang ada di dunia mengeluhkan cara untuk membuat karyawannya merasa puas dari hasil kerjanya. Dalam universitaspsikologi.com akan dibahas apa itu kepuasan kerja dan bagaimana meningkatkan kepuasan kerja itu sendiri, dengan begini akan memberikan sedikit gambaran untuk anda apa itu kepuasan kerja yang sebenarnya dari para ahli.
Pengertian dan Aspek Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja
Baca juga: Konflik Peran Ganda dan Penyebabnya

Kepuasan Kerja

Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Luthan (dalam Kaswan, 2012), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Menurut Tiffin (dalam Kinanti, 2012), berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya, sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Hasibuan (dalam Wibowo dkk, 2014),  mendefinisikan kepuasan kerja sebagai bentuk sikap emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Karyawan yang puas akan pekerjaannya akan muncul dalam emosional karyawan. Kepuasan karyawan akan membuat para karyawan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dari dalam dan dari luar pekerjaan.

Menurut Fathoni (dalam Gunawan, 2014),  kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap itu dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan, dan prestasi kerja. Robbins (dalam Pratiwi, 2013), mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi yang sering kurang dari ideal dan hal serupa lainnya.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukkan maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja pada dasarnya merupakan tanggapan emosional terhadap situasi kerja. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda, sehingga dalam pencapaian kepuasan kerja, individu dituntut untuk mampu berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, serta mematuhi peraturan yang berlaku didalam perusahaan.

Teori - teori Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yulk (dalam Kinanti, 2012), teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu, discrepancy theory (teori perbandingan), equity theory (teori keadilan), two factory theory (teori dua faktor):

a. Discrepancy Theory (Teori Perbandingan)

Teori ini dipelopori oleh Porter pertama kali pada tahun 1974 (dalam Kinanti, 2012), yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari pada yang diingin, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy  yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan dibawah standar minimum sehingga menjadi discrepancy yang negatif. Maka semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya.

b. Equity Theory (Teori Keadilan)

Teori ini dikembangkan oleh Adams (dalam Kinanti, 2012), adapun pendahuluan dari teori ini adalah Zalezenik (dalam Kinanti, 2012).  Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi. Perasaan equity atau pun inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain.

c. Two Factory Theory (Teori Dua Faktor)

Prinsip dari teori adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan itu merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang berlanjut. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg pada tahun 1959 (dalam, Kinanti, 2012), berdasarkan penelitiannya beliau membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfier  atau motivator dan kelompok disatifier atau hygiene factors. Satisfier (motivator) adalah factor-fakror atau situasi yang dibuktikannya sebagi sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work itself, responsibility, dan advancement. Dikatakan bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor ini  tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Disatifier (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy, and administration, supervision tehnical salary, interpersonal relations, work condition, job security, and status. Perbaikan atas kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.

Frederick Herzberg (dalam Aruan dan Fakhri, 2015), berdasarkan penelitiannya, dikembangkan gagasan bahwa terdapat dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang di dalam pekerjaannya yaitu intrinsik dan ekstrinsik.

1) Faktor Intrinsik

Faktor yang berhubungan dengan aspek-aspek yang berasal dari dalam dirinya. Jadi berhubungan dengan job content. Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya (job content) yaitu kandungan pekerjaan pada tugasnya. Motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan.

2) Faktor Ekstrinsik

Faktor yang berasal dari luar dirinya. Faktor ini berhubungan dengan job context. Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan hal-hal yang verada di lingkungan kerja yang ada disekitarnya (job content).

Menurut hasil penelitian Herzberg (dalam Aruan dan Fakhri, 2015) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, antara lain sebagai berikut:

a) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.

b) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang dianggap remeh pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lain.

c) Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut Luthan (dalam Kaswan, 2012), enam dimensi pekerjaan yang telah diidentifikasi untuk merepresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respon afektif. Keenam dimensi tersebut adalah:

  1. Pekerjaan itu sendiri, dalam hal ini pekerjaan memberikan tugas menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
  2. Gaji, sejumlah upah atau gaji yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.
  3. Kesempatan promosi, kesempatan untuk maju dalam organisasi.
  4. Pengawasan, kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.
  5. Rekan kerja, tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial.
  6. Kondisi kerja, jika kondisi kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan menarik), individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka dan sebaliknya.

Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (dalam Kinanti, 2012), mengemukakan bahwa variabel-variabel yang berhubungan dengan kepuasan kerja adalah:

a. Mentality Challenging (Kerja yang Secara Mental Menantang)

Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan, kemampuan mereka, menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang, pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b. Equitable Reward (Penghargaan yang Setimpal)

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakkan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sabagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pegupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.

c. Sopportive Working (Kondisi Lingkungan Kerja yang Mendukung)

Karyawan akan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem (terlalu banyak atau sedikit). Disamping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai pekerjaan dekat rumah, dengan fasilitas yang bersih dan relative modern, dengan alat-alat yang memadai.

d. Supportive Collegues (Rekan Kerja yang Mendukung)

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakkan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar kekepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung mendengar pendapat pegawai.

Sedangkan Hasibuan (dalam Kinanti, 2012), mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh:

1) Balas jasa yang adil dan layak
2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
3) Berat ringannya pekerjaan
4) Suasana dan lingkungan pekerjaan
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinan
7) Sifat pekerjaan yang monoton atau tidak

Gejala - gejala Ketidakpuasan Kerja

Disamping kita mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, maka perlu diketahui beberapa tanda-tanda ketidakpuasan  pada karyawan. Menurut As’ad (dalam Kinanti, 2012), dijelaskan bahwa gejala-gejala ketidakpuasan adalah sebagai berikut:

a. Kelesuan yang berlebihan. Karyawan tidak nyaman dengan pekerjaan akan cenderung lesu dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepadanya. Tidak adanya semangat diperlihatkan oleh pegawai tersebut sehingga menimbulkan kelesuan yang berlebihan dalam bekerja.

b. Banyak bercakap-cakap pada waktu jam kerja, terutama pembicaraan pribadi masing-masing. Indikasi ini menunjukkan ada suatu ketidakpuasan dalam pekerjaan yang menyebabkan mereka lebih memilih untuk bercakap-cakap dengan karyawan lainnya.

c. Pemakaian barang-barang kantor dengan boros. Dengan adanya indikasi ketidaknyamanan, pegawai akan lebih memakai barang-barang kantor.hal ini disebabkan karena sering terjadi kesalahan dalam bekerja, ataupun melakukan sesuatu untuk keperluan pribadi, seperti mencetak menggunakan printer kantor ataupun menggunakan alat tulis secara berlebihan.

d. Banyak waktu yang terbuang. Tidak nyaman dalam bekerja dapat menyebabkan kurang cepat dalam meyelesaikan pekerjaan. Hal ini dikarenakan pegawai lebih fokus kepada hal-hal lain, seperti mengobrol dengan rekan kerja ataupun keluar ruangan tanpa ada tujuan untuk kepentingan pekerjaan.

e. Keteledoran dan ketidak hati-hatian. Ketidaknyamanan dapat menyebabkan kurang fokusnya dalam bekerja. Ketidak fokusan dalam bekerja menyebabkan keteledoran dan ketidak hati-hatiannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini tentu dapat merugikan perusahaan.

f. Ketidaksedian untuk bekerja sama antara atasan dengan bawahnya. Hubungan antar atasan dan bawahan salah satu hal yang terpenting yang mempengaruhi kepuasan. Jika atasan maupun bawahan tidak bersedia untuk bekerja samasatu sama lain, maka akna dirasakan hubungan yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang menyangkut kerja sama tem ataupun kelompok.

Ketidakpuasan dapat dieksperisakan dalam beberapa cara. Misalnya, daripada berhenti, para karyawan dapat melakukan keluhan, melakukan pembangkangan, mencuri barang-barang milik organisasi, atau melalaikan sebagian tanggung jawabnya. Cara-cara itu dapat dijelaskan sebagai berikut (Robbins dalam Kaswan, 2012):

  1. Keluar (exit), yaitu perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi. Meliputi mencari posisi baru juga mengundurkan diri.
  2. Bersuara (voice), yaitu secara akatif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi. Meliputi menganjurkan perbaikan, mendiskusikan permasalahan dengan atasan dan beberapa bentuk serikat kerja
  3. Kesetiaan (Loyality), yaitu pasif tapi optimis menunggu kondisi mengalami perbaikan. Meliputi berbicara lantang untuk organisasi dalam menhadapi kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya bertindak secara efektif.
  4. Mengabaikan (Neglect), yaitu secara pasif membiarkan keadaan semakin memburuk. Meliputi kemangkiran atau keterlambatan yang kronik, usaha kerja yang menurun, dan tingkat kesalahan yang mningkat.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Pengertian dan Teori Kepuasan Kerja Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar