Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Definisi Psikologi Capital (PsyCap) dan Maksud dari Psychology Capital

Definisi Psikologi Capital (PsyCap) dan Maksud dari Psychology Capital - Banyak yang bertanya apa itu psikologi capital. Dalam mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi kita biasa akan menemukan maksud dari Psikologi Capital atau biasa disebut PsyCap. Psychology Capital merupakan suatu kajian keilmuan psikologi dalam dunia industri dan organisasi. Psikologi Capital masuk kedalam komptensi karena sebelum individu menduduki suatu posisi tertentu seorang HR harus mengetahui kompentesi yang dimiliki individu tersebut. Sesuai tidak suatu perkejaan itu dengan kompetensi yang dimiliki. Karena di psikologi kapital  berusaha menemukan dan mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan prestasi kerja sehingga individu dapat merasakan kepuasan kerja, memiliki komitmen pada perusahaan, mengurangi stress, dan terciptanya kesejahteraan psikologi.

Definisi Psikologi Capital (PsyCap) dan Maksud dari Psychology Capital
Psychology Capital (PsyCap)
 Baca juga: Ulasan Persepsi dengan Kepemimpinan dalam Psikologi
Peran psikologi capital dalam organisasi salah satunya ialah ketika proses seleksi, seorang HR harus dapat memahami potensi, kompetensi, maupun kepribadian yang dimiliki calon pekerjaanya sesuai atau tidak pekerjaan tersebut bagi dia. Selain itu perusahaan juga dapat memberikan dukungan bagi karyawan dalam mengatasi stress, untuk meningkatkan kepercayaan diri perusahaan dapat membantu karyawan dengan menetapkan tugas yang jelas, terukur dan dapat dicapai oleh mereka.

Apa Itu Psikologi Capital (PsyCap)?

Psychological Capital (PsyCap) adalah keadaan perkembangan psikologi individu yang positif, yang dicirikan oleh: (1) adanya kepercayaan diri (self-efficacy) melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai sukses dalam tugas-tugas yang menantang; (2) atribusi yang positif (optimism) tentang sukses masa sekarang dan yang akan datang; (3) persistensi dalam mencapai tujuan, dengan kemampuan mendefinisikan kembali jalur untuk mencapai tujuan jika diperlukan (hope) untuk mencapai kesuksesan; dan (4) ketika menghadapi masalah dan kesulitan, mampu bertahan dan terus maju (resiliency) untuk mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007).

Dari definisi di atas, ada empat faset yang penting untuk dipelajari baik secara terpisah maupun secara bersama-sama: self-efficacy, optimism, hope dan resiliency.  Para ahli PsyCap berpendapat bahwa keempat faset ini tidak hanya bersifat additively (sum of its parts) tetapi juga synergistically (greater than sum of its parts). Misalnya, a hopeful person yang memiliki cara dan jalur untuk mencapai tujuannya akan lebih termotivasi dan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, yang pada gilirannya akan meningkatkan resiliency-nya. Confident person mampu mentransfer dan mengaplikasikan hope, optimism, dan resiliency-nya pada tugas-tugas spesifik yang mampu dilakukannya. Resilient person akan mahir memanfaatkan mekanisme adaptasinya untuk menyesuaikan optimismenya.

Sederhananya, PsyCap anda mendefinisikan “siapa anda”, “apa yang anda yakini dapat anda lakukan”, “apa yang anda sudah lakukan”, dan “anda dapat menjadi siapa”.  

Tulisan ini akan melihat masing-masing faset. Tetapi karena proses mental di dalam individu saling terkait satu sama lain dengan cara yang almost impossible dihitung secara statistik, amazingly keempatnya akan selalu bersinggungan meskipun kita hanya membicarakan salah satu di antaranya.

PsyCap Efficacy (Confidence to Succeed)

Apakah anda percaya pada diri anda sendiri? Apakah anda tahu bahwa anda diperlengkapi dengan segala hal yang dibutuhkan untuk sukses? Apakah anda yakin “segala hal” itu ada di dalam diri anda? Pertanyaan-pertanyaan ini mengacu pada faset self-efficacy dari PsyCap, meskipun nantinya bisa saja dipakai pada faset hope dan optimisme.

Albert Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai tingkat perkiraan individu pada kemampuannya menyelesaikan tugas tertentu. Self-efficacy yang tadinya domain spesific dapat meluas menjadi domain general seiring dengan meningkatnya level of confidence individu. Artinya, ketika individu yang memiliki self-efficacy pada tugas tertentu eventually sukses melakukan tugasnya, tingkat kepercayaan dirinya meningkat yang membuatnya percaya bahwa ia juga akan mampu melakukan tugas yang lain.

Maka jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas adalah tingkat self-efficacy anda, yang mendorong anda untuk memilih tugas-tugas yang menantang dan menggunakan kekuatan dan kemampuan anda untuk menghadapi tantangan tersebut. Tingkat self-efficacy juga menyemangati anda untuk mengejar tujuan anda, menginvestasikan waktu anda, dan bersedia bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Jika menghadapi kesulitan-kesulitan dalam usaha anda, self-efficacy juga yang membantu anda tetap tegar, yang pada gilirannya akan meningkatkan harapan, optimisme dan resiliensi anda.

Untuk dapat mengukur tingkat self-efficacy anda, penting untuk menganalisis hal-hal yang anda yakini dapat anda lakukan. Setiap orang memiliki comfort zone-nya, yaitu area yang dikuasai olehnya yang membuatnya merasa sangat percaya diri.  Sebagian orang juga memiliki area-area baru yang belum dikuasai benar, tetapi diminati untuk dikuasai di kemudian hari.  Bagaimana caranya menguasai sesuatu hal yang baru? Dengan cara mengalahkan rasa takut dan keengganan untuk berubah, dan keberanian mengambil langkah pertama. There is first thing for everything. Keberanian Andy F. Noya keluar dari     comfort zone-nya adalah sebuah contoh yang brilian dari tingkat self-efficacy yang tinggi. Ketika ia memutuskan untuk keluar dari Metro TV, posisinya sebetulnya sudah di puncak. Terdorong oleh keinginannya merambah dunia baru (kalau tidak salah cita-cita luhurnya adalah membangun televisi lokal di Papua), ditambah motivator-motivator lainnya (di antaranya adalah buku “Who moved my cheese” Spencer Johnson), ia mengalahkan rasa takutnya dan keluar dari Metro TV yang sudah memberikannya rasa nyaman dan tingkat self-efficacy luar biasa.

PsyCap self-efficacy terbentuk dari lima proses kognitif: symbolizing, forethought, observasi, self-regulatory dan self-reflection. Dalam symbolizing, individu menciptakan mental image/model tentang hal-hal yang terkait dengan task at hand. Dengan melakukan symbolizing, individu dapat memperkirakan tindakan harus dilakukan sehubungan dengan tugasnya. Pada proses forethought,  individu merencanakan tindakannya berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang suatu hal. Sebelum bertindak, individu cenderung mencari tahu apa yang menjadi persyaratan agar tindakan tersebut sukses sehingga ia akan menyesuaikannya dengan persyaratan-persyaratan tersebut.  Dalam proses observasi, individu belajar dari orang lain yang dianggap significant others (misalnya atasan, rekan kerja yang lebih berpengalaman, dll). Proses self-regulatory memampukan individu bertindak sebagai agen, menetapkan tujuan yang spesifik dan standar performance diri sendiri. Proses ini membuat individu mampu berfokus pada energi untuk mengembangkan, memperbaiki dan meraih tujuannya. Perubahan pada pikiran dan tingkahlaku individu terjadi di bagian ini. Terakhir, proses self-reflection membuat individu merefleksikan pengalaman masa lalunya (kesuksesan dan kegagalan masa lalu) untuk disesuaikan dengan tindakan masa kini.

Self-efficacy adalah state-like variable instead of trait-like variable, karena self-efficacy dapat dikembangkan. Tentu saja, karena individuals are unique, perkembangannya pada tiap individu pun berbeda. Self-efficacy individu dapat dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada individu untuk menguasai tugas tertentu, vicarious learning/modeling, social persuasion dan feedback yang positif.

“Practice makes perfect” dan “success builds confidence”. Meskipun sukses tidak sama dengan efficacy, tetapi sukses dapat membuat kepercayaan diri individu bertambah.  Seorang manajer yang baik akan membagi-bagi tugas yang kompleks menjadi sub-sub tugas dan memberikan kesempatan bawahannya menguasai setiap sub tugas one at a time. Kesempatan menguasai sub-sub tugas akan membuat individu merasakan “small successes” semakin sering, yang pada gilirannya akan membangun self-efficacy-nya. Cara lain adalah dengan menempatkan karyawan pada situasi yang probability of success-nya relatif tinggi. Prinsip ‘the right man in the right place’ berperan penting di sini. Fungsi-fungsi HRM yang berperan adalah: seleksi, orientasi, penempatan dan perencanaan karir.

Kesempatan untuk mendapatkan vicarious learning juga penting untuk diperhatikan. Pengalaman mengamati seorang ahli dalam bekerja memberikan kesempatan kepada individu untuk mempelajari sukses dan kesalahan orang lain, dan meniru tindakan yang mengarahkan pada kesuksesan. Agar pengalaman modeling ini berhasil meningkatkan PsyCap efficacy individu, perlu diperhatikan faktor kemiripan model dan situasi, dan juga waktu untuk si pembelajar melakukan self-reflection.

Social persuasion dan feedback yang positif seringkali dianjurkan pada bacaan-bacaan populer untuk meningkatkan kepercayaan diri individu. Misalnya, simply by saying “you can do it” akan merubah belief individu dari perspektif “I’m not sure I can do it” menjadi “I can do it”. Organisasi jaman sekarang invest sangat banyak pada pelatihan-pelatihan teknikal sehingga mengabaikan reinforcement at no cost seperti recognition, acknowledging, appreciating dan positive feedback. Pada sebuah perusahaan Indonesia di industri minyak misalnya, mengaku menghabiskan dana pelatihan sebesar 95% untuk pelatihan teknikal, dan hanya 5% untuk pelatihan soft-skills.  No wonder why Indonesian firms suffer severely from this people ignorance.

Menurut Luthans (2007) Psychological Capital adalah kondisi perkembangan positif seseorang dan dikarakteristikan memiliki kepercayaan diri (self efficacy) untuk menghadapi tugas-tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas-tugas tersebut. Membuat atribusi yang positif (optimism) tentang kesuksesan di masa kini dan masa depan. tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan (hope) dan ketika dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency)

Self efficacy.

Albert Bandura (1997) mendifinisikan Self efficacy sebagai: ”Keyakinan atau rasa percaya diri seseorang tentang kemampuannya untuk mengerahkan motifasinya, kemampuan kognitifnya, serta tindakan yang diperlukan untuk melakukan dengan sukses dengan tugas tertentu dalam konteks tertentu” (Stajkovic & Luthans, 1998). Meskipun Bandura (1997) menggunakan istilah Self-efficacy dan kepercayaan diri secara berdampingan. Kebanyakan teori efficacy meletakkan konsep kepercayaan diri di bawah Self efficacy. Pada Psikologi positif, kedua istilah dapat digunakan secara bergantian (Maddux, 2002). Terlebih lagi apabila, kepercayaan diri diterapkan pada bidang yang lebih aplikatif pada bidang olahraga atau performa bisnis. Pada modal psikologis atau psycap, kedua istilah tersebut didapat saling menggantikan untuk merefleksikan kekayaan teori dan basis penelitian Self-efficacy (Bandura,1997).

Hope.

Hope digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari.Namun, sebagai kekuatan psikologis, terjadi banyak salah persepsi tentang hope itu sebenarnya dan apa karakteristik dari individu, kelompok atau organisasi yang memiliki hope. Banyak yang
mencampur adukkan istilah hope dan wishfull thingking. C. Rick Snyder (dalam Snyder, Irving & Anderson 1991) mendefinisikan hope sebagai keadaan psikologis positif yang didasarkan pada kesadaran yang saling mempengaruhi antara: agency (energi untuk mencapai tujuan), path ways (perencanaan untuk mencapai tujuan).

Optimisme.

Suatu explanatory style yang memberikan atribusi peristiwa-peristiwa positif pada sebab-sebab yang personal, permanent, serta pervasive dan menginterpretasikan peristiwaperistiwa negatif pada faktor-faktor yang eksternal, sementara, serta situasional. Sebaliknya, explanatory style yang pesimistis akan menginterpretasikan peristiwa positif dengan atribusi-atribusi yang eksternal, Sementara, serta situasional dan mengatribusi peristiwa negatif pada penyebab yang personal, permanent dan pervasive (Seligman, 1998).

Resillency.

Masten dan Reed (2002) mendefinisikan resiliency sebagai kumpulan fenomena yang dikarakteristikkan oleh pola adaptasi positif pada kontek keterpurukan. Dalam pendekatan psychological capital definisi ini diperluas, tidak hanya kemampuan untuk kembali dari situasi keterpurukan namun juga kegiatan-kegiatan yang positif dan menantang, misalnya target penjualan, dan kemauan untuk berusaha melebihi normal atau melebihi keseimbangan. Resiliency adalah kemampuan individu dalam mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan energi yang baik sehingga dapat melanjutkan hidup secara sehat.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Definisi Psikologi Capital (PsyCap) dan Maksud dari Psychology Capital. Semoga bermanfaat.

  • Sumber: British Journal of Education, Society & Behavioural Science (Çavuş and Gökçen; BJESBS, 5(3): 244-255, 2015; Article no.BJESBS.2015.021)
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar untuk "Definisi Psikologi Capital (PsyCap) dan Maksud dari Psychology Capital"