Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengetahui Bagaimana Proses dan Bentuk Kecemasan (Anxiety) Itu Terjadi

Mengetahui Bagaimana Proses dan Bentuk Kecemasan Itu Terjadi - Setiap manusia pasti memiliki kecemasan yang ada di dalam dirinya. Rasa khawatir terhadap suatu hal atau yang disebut kecemasan ini memanglah sangat mengganggu. Setiap manusia mempunya tingkatan tersendiri kecemasannya. Ada yang terlalu berlebihan, sedang, hingga ringan. Kecemasan adalah suatu yang lumrah namun jika setiap individu dapat memahaminya dan mengatasinya dengan baik sehingga kecemasan tersebut berada ditaraf setiap orang mampu mengatasinya. Untuk penjelasan mengenai kecemasan ini dapat dibaca pada tulisan dibawah ini yang menjelaskan teori sampai pengukuran variabel kecemasan.

Mengetahui Bagaimana Proses dan Bentuk Kecemasan Itu Terjadi
Kecemasan (Anxiety)
Baca juga: Teori Stigma dalam Psikologi

Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu kondisi atau keadaan emosi yang kurang menyenangkan yang dialami manusia. Saat kondisi cemas, seseorang akan merasa ragu-ragu dalam bertindak, ada perasaan tidak tenang, was-was, curiga dan sulit untuk melakukan tindakan aktifitasnya dengan baik sehingga keberhasilan akan sulit dicapai. Keadaan seperti ini akan terjadi suatu hal yang samar-samar (vague) yang disertai dengan perasaan tidak berdaya dan tidak menentu (Lazarus dalam Desy, 2014). Sama halnya dengan Atkinson (dalam Safaria dan Nofrans, 2009) yang mengatakan bahwa kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut.

Menurut Nugroho (dalam Siti dkk, 2011) kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang. Menurut Freud (dalam Lellyani, 2016) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Menurut Ghufron dan Rini (2010) mendefinisikan istilah kecemasan sebagai sesuatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai konflik atau ancaman. Selain itu menurut Clark dan Beck (2010) adalah sistem  respon kognitif, afektif, fisiologis, dan perilaku kompleks yang diaktifkan ketika terdapat peristiwa atau keadaan yang dianggap sangat tidak menyenangkan karena keadaan tersebut tidak terduga dan tidak terkendali serta berpotensi mengancam kepentingan seorang individu.

Proses Terjadinya Kecemasan

Spielberger (dalam Desy, 2014) menyebutkan terdapat lima proses terjadinya kecemasan pada individu, antara lain:
  1. Evaluated situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga ancaman dapat menimbulkan kecemasan.
  2. Perception of situation, dimana situasi yang mengancam diberi penilaian oleh individu, dan biasanya penilaian tersebut dipengaruhi oleh sikap, kemampuan, dan pengalaman individu. 
  3. Anxiety state of reaction, ketika individu menganggap bahwa terdapat situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah. 
  4. Cognitive reappraisal follows, saat individu menilai kembali situasi yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri (defense mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktivitas kognisi atau motoriknya.
  5. Coping, individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.

Aspek-aspek Kecemasan

Clark dan Beck (2010) yang menyebutkan empat aspek sebagai penanda kecemasan, meliputi:

Aspek afektif

Kecemasan berasal dari kognitif, fisiologis, dan merupakan pengalaman subjektif dari perasaan cemas, dengan kata lain kecemasan ini merupakan perasaan seseorang yang mengalami kecemasan, seperti gugup, tersinggung, takut, tegang, gelisah, tidak sabar, atau frustasi.

Aspek fisiologis

Aspekfisiologis merupakan ciri dari kecemasan yang terjadi dengan adanya ancaman atau bahaya yang diangap sebagai tanggapan defensive yang nantinya melibatkan fisik untuk menangani bahaya, serta dengan kata lain kecemasan yang terjadi di fisik seseorang. Aspek fisiologis ini seperti peningkatan detak jantung, sesak napas, nyeri dada, sensasi tersedak, pusing, berkeringat, kepanasan, menggigil, mual, sakit perut, diare, gemetar, kesemutan atau mati rasa di lengan atau kaki, lemas, pingsan, otot tegang atau kaku, dan mulut kering.

Aspek kognitif

Aspek kognitif merupakan ciri yang terjadi dalam pikiran seseorang saat merasakan kecemasan. Ciri ini dapat berupa takut akan kehilangan kontrol, takut tidak mampu mengatasi masalah, takut cidera fisik, takut evaluasi negatif oleh orang lain, adanya pengalaman yang menakutkan, adanya persepsi tidak nyata, konsentrasi rendah, kebingungan, mudah terganggu, rendahnya perhatian, kewaspadaan berlebih terhadap ancaman, memori yang buruk, kesulitan dalam penalaran, serta kehilangan objektivitas.

Aspek perilaku

Aspek perilaku maksudnya kecemasan tercermin dari perilaku individu saat mengalami kecemasan, seperti menghindari situasi atau tanda yang mengancam, melarikan diri, mencari keselamatan, mondar-mandir, terlalu banyak bicara, terpaku, diam, atau sulit berbicara.

Jenis-jenis Kecemasan

Freud (dalam Andri, 2007) membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:

Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety)

Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatang buas. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilaku bagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan yang bersumber pada realitas ini menjadi ekstrim. Seseorang dapat menjadi sangat takut untuk keluar rumah karena takut terjadi kecelakaan pada dirinya atau takut menyalakan korek api karena takut terjadi kebakaran.

Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)

Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa kali seorang anak mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan kebutuhan id yang implusif Terutama sekali yang berhubungan dengan pemenuhan insting seksual atau agresif. Anak biasanya dihukum karena secara berlebihan mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu. Kecemasan atau ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan impuls Id tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi oleh Id. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi bila insting tersebut dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id dan Ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas.

Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya superego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat dan akan mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar. Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan yang ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu dan perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan yang setimpal karena pelanggaran terhadap aturan moral.

Menurut Spielberger (dalam Putri, 2013) kecemasan dibagi menjadi dua bagian, antara lain:
Kecemasan sebagai suatu sifat (trait-Anxiety), yaitu kondisi pada diri seseorang kecenderungan terhadap ancaman oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak membahayakan dan kecemasan ini cenderung kecemasan yang stabil dalam menanggapi situasi yang dianggap sebagai ancaman
Kecemasan sebagai suatu keadaan (state-Anxiety), yaitu suatu kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan khawatir, dan tegang baik direspon secara sadar dan bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas sistem syaraf otonom dan kondisi ini bervariasi intensitasnya dapat berubah dari waktu ke waktu.

Gejala-gejala Kecemasan

Menurut Aldrin (2014) gejala-gejala kecemasan bervariasi, tergantung pada jenis gangguan kecemasan, namun gejala umumnya antara lain, pikiran obsesif yang tak terkendali, erasaan panik, ketakutan, dan kegelisahan, tangan atau kaki merasa dingin tapi berkeringat, palpitasi (perasaan yang tak menyenangkan akibat denyut jantung tidak teratur), ketidakmampuan untuk diam dan tenang, pikiran berulang atau kilas balik dari pengalaman traumatis, mimpi buruk, ritualistik perilaku, seperti mencuci tangan berulang-ulang, masalah tidur, pusing, sesak napas, mulut kering, mati rasa atau kesemutan ditangan atau kaki, mual, dan ketegangan otot.

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan menurut Hawari (2013) antara lain cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada kerawamian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik.

Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Rahayu (2014) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan ada berbagai macam, diantaranya adalah:

Pengalaman negatif pada masa lalu

Merupakan hal tidak menyenangkan pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu tersebut menghadapi situasi atau kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan.

Pikiran yang tidak rasional

Para psikolog memperdebatkan bahwa kecemasan terjadi bukan karena suatu kejadian, melainkan kepercayaan atau keyakinan tentang kejadian itulah yang menjadi penyebab kecemasan.

Sari dan Kuncoro (Ferdiansyah, 2016) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman yang tidak menyenangkan, dan dukungan sosial. Selaras dengan pendapat Wangmuba (dalam Sugiyanto, 2014 ) yang menyebutkan bahwa  beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang diantaranya yaitu usia, tahap perkembangan, pengetahuan, stres yang ada sebelumnya, dukungan sosial, kemampuan mengatasi masalah (coping), lingkungan budaya etnis dan kepercayaan.

Reaksi Yang Ditimbulkan Oleh Kecemasan

Calhoun & Acocella (dalam Safaria & Nofrans, 2009) mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan dalam tiga  reaksi, yaitu sebagai berikut:

Reaksi emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan  persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri  atau orang lain.

Reaksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih sehingga mengaganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.

Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh sehingga timbul reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat.

Pengukuran Kecemasan

Hamilton Rating Scale For Anxiety dikembangkan oleh Dr. M. Hamilton tahun 1959. Hawari (2013) juga menyatakan bahwa untuk mengukur derajat kecemasan adalah dengan menggunakan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan angka (score) antara 0 – 4. Nilai 0 berarti  tidak ada gejala (keluhan), nilai satu berarti terdapat satu dari gejala yang ada, nilai dua berarti terdapat separuh dari gejala yang ada, nilai tiga berarti lebih dari separuh gejala yang ada, nilai empat berarti semua gejala ada.  Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan berdasarkan total nilai maka dapat diketahui derajat kecemasan seseorang. Tidak ada kecemasan jika total nilai kurang dari 14, kecemasan ringan jika total nilai antara 14 sampai 20, kecemasan sedang jika total nilai antara 21 sampai 27, kecemasan berat jika total nilai antara 28 sampai 41 dan kecemasan berat sekali jika total nilai antara 42 sampai 56.

Menurut Patimah (2015) Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A) memiliki tingkat reliabilitas cukup tinggi yaitu 0.81 dan interval scale correlation adalah 0.65, sedangkan untuk nilai  validitas alat ini sebesar 0.77. Selain itu Baladewa (dalam Lestari, 2012) juga mengatakan bahwa berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, para peneliti tidak melakukan uji validitas dan reabilitas karena instrumen ini sudah baku.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Mengetahui Bagaimana Proses dan Bentuk Kecemasan Itu Terjadi. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Clark dan Beck. 2010. Cognitive Therapy of Anxiety Disorders: Science and Pratice. New York: The Guilford
  • Desy, Mayangsari Euis. 2014. Hubungan Regulasi Emosi dan Kecemasan pada Petugas Penyidik Polri dan Penyidik PNS. Jurnal Psikogenesis, Vol. 3, No. 1, Desember 2014
  • Ghufron dan Rini. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media
  • Hawari, Dadang. 2013. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  • Patimah, Iin. 2015. Pengaruh Relaksasi Dzikir terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Universitas Padjajaran, Vol. 3, No. 1, April 2015
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar untuk "Mengetahui Bagaimana Proses dan Bentuk Kecemasan (Anxiety) Itu Terjadi"