Penyesuaian Diri: Teori, Pengertian/Definisi, Faktor, Proses, Bentuk, Penyesuaian Diri yang Baik dan Buruk

Daftar Isi
Penyesuaian Diri: Teori, Pengertian/Definisi, Faktor, Proses, Bentuk, Penyesuaian Diri yang Baik dan Buruk - Setiap manusia yang berhadapan dengan situasi tertentu atau baru biasanya mereka akan melakukan adaptasi atau penyesuaian diri. Tujuannya agar mereka dapat lebih leluasa dalam bertindak dan nyaman dalam melakukan suatu hal sehingga tidak terganggu oleh lingkungannya. Dalam pembahasan ini kita akan membahas apa itu penyesuaian diri, teori-teori dalam penyesuaian diri, dan cara penyesuaian diri yang baik maupun yang buruk.
Penyesuaian Diri: Teori, Pengertian/Definisi, Faktor, Proses, Bentuk, Penyesuaian Diri yang Baik dan Buruk
Penyesuaian Diri dalam Hal Baru
Baca juga: Pengertian Motif dan Penjelasan Motif Afiliasi

Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan lingkungannya. Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Schneiders (dalam Ali, 2006) dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:

1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation).

Berdasarkan latar belakang perkembangannya, penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Maka penyesuaian diri ini cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik (self-maintenance atau survival). Oleh sebab itu, jika penyesuaian diri hanya diartikan sama dengan usaha mempertahankan diri maka hanya selaras dengan keadaan fisik saja, bukan penyesuain dalam arti psikologis. Akibatnya, adanya kompleksitas kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian individu dengan lingkungan menjadi terabaikan. Padahal, dalam penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan dan perbedaan kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan.

2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity).

Penyesuaian diri sebagai usaha konformitas mengisyaratkan bahwa usaha individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk selalu mampu menghindar diri dari penyimpangan perilaku baik secara moral, sosial, maupun emosional. Individu selalu diarahakan kepada tuntutan konformitas dan terancam tertolak dirinya ketika perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).

Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan, emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Hal ini juga berarti penguasaan dalam diri memiliki kekuatan terhadap lingkungan, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan realitas berdasarkan cara-cara yang baik, akurat, sehat dan mampu bekerja sama dengan orang lain secara efektif dan efisien, serta mampu memanipulasi lingkungan sehingga penyesuaian diri dapat berlangsung dengan baik.

Berdasarkan tiga sudut pandang di atas maka Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006) memberikan pengertian penyesuaian diri yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku dimana individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam diri, tekanan, frustasi dan konflik serta mempengaruhi tingkat keselarasan antara tuntutan dalam diri individu dengan tuntutan-tuntutan tugas dari dunia luar atau lingkungan dimana individu berada.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Schneiders (1964), ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:

a. Kondisi Fisik

i. Hereditas dan Konstitusi Fisik

Ada kemungkinan besar disposisi yang bersifat mendasar seperti periang, sensitif, pemarah, penyabar dan sebagainya, sebagian ditentukan secara genetik, yang berarti kondisi hereditas terhadap penyesuaian diri, meskipun tidak secara langsung. Faktor lain yang berkaitan dengan konstitusi tubuh yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah intelegensi dan imajinasi. Dua faktor ini memainkan peranan penting dalam penyesuaian diri.

ii. Sistem Utama Tubuh

Fungsi yang memadai dari sistem syaraf merupakan kondisi umum yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, penyimpangan pada sistem syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental maka penyesuaian diri kurang baik. Gejala psikosomatis (gejala yang menyinggung proses-proses baik fisik maupun psikis) merupakan salah satu contoh dari tidak berfungsinya sistem syaraf yang kurang baik sehingga mempengaruhi penyesuaian diri.

iii. Kesehatan Fisik

Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri dan lain-lain yang akan menjadi kondisi yang sangat mempengaruhi bagi proses penyesuaian diri. Sebaliknya, kondisi yang tidak sehat dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

i. Kemauan dan Kemampuan untuk Berubah (Modifiability)

Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik kepribadian yang akan mempengaruhi proses penyesuaian diri. Kemauan dan kemampuan untuk berubah ini akan berkembang melalui proses belajar bagi individu yang dengan sungguh-sungguh belaja untuk dapat berubah, maka kemampuan menyesuaikan dirinya akan berkembang juga. Sebaliknya, kualitas kemampuan untuk berubah akan berkurang tau menurun disebabkan oleh sikap dan kebiasaan yang kaku, sering mengalami kecemasan dan frustasi.

ii. Pengaturan Diri (self regulation)

Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri dan mengarahkan diri. Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri dapat mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

iii. Realisasi diri (self realization)

Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, maka didalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan, nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan. Semua itu merupakan unsur-unsur penting dalam realisasi diri.

iv. Intelegensi

Intelegensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri. Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar dalam penyesuaian diri yaitu intelegensi. Baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektual ataupun intelegensinya.

c. Proses belajar

i. Belajar

Kemampuan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena respon-respon dan sifat-sifat kepibadian yang diperlukan bagi proses penyesuaian diri diperoleh dan diserap melalui proses belajar. Kemampuan belajar akan muncul dari dalam diri individu. Oleh sebab itu perbedaan pola-pola penyesuaian diri dari yang normal sampai dengan yang tidak normal merupakan hasil perubahan yang dipengaruhi oleh proses belajar dan kematangan. Pengaruh proses belajar akan muncul dalam bentuk mencoba-coba dan gagal (trial and error), pengondisian (conditioning), dan menguhubungkan (association) berbagai faktor yang ada dimana individu itu melakukan proses penyesuaian diri.

ii. Pengalaman

Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap proses penyesuaian diri, yaitu:

1. Pengalaman yang menyehatkan (Salutary Experiences)
Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, mengasikkan, dan ingin mengulangnya kembali, ditransfer ketika individu harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

2. Pengalaman traumatik (Traumatic Experiences)
Peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat menyenangkan, menyedihkan dan sangat menyakitkan sehingga individu tidak ingin mengulangnya kembali. Individu yang mengalami pengalaman ini akan cenderung ragu-ragu, kurang percaya diri, gamang, rendah diri dan merasa takut ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

iii. Latihan

Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan pada perolehan keterampilan atau kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang kompleks yang mencakup proses-proses psikologis dan sosiologis maka memerlukan latihan agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik.

iv. Determinasi Diri

Determinasi diri merupakan faktor kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan dalam mencapai penyesuaian diri secara tuntas untuk merusak diri sendiri. Dengan determinasi diri, individu dapat secara bertahap mengatasi penolakan diri maupun pengaruh buruk lainnya.

d. Lingkungan

i. Lingkungan keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.

Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.

Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindakan yang mendukung hal tersebut.

Melalui interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.

ii. Lingkungan Sekolah

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.

iii. Lingkugan Masyarakat

Lingkungan masyarakat juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyesuaian diri. Konsistensi nilai-nilai, aturan-aturan, norma, moral dan perilaku masyarakat akan diidentifikasikan oleh individu yang berada dalam masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan penyesuaian diri.

e. Agama dan Budaya

Agama erat kaitannya dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktek-praktek yang memberi makna mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Selain agama, budaya juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan individu. Hal ini terlihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu mulai dengan berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Proses Penyesuaian Diri

Proses penyesuaian diri menurut Scheneider (dalam Ali, 2006) setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu:

Motivasi

Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalan organisme. Respon penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kualitas respons, apakah itu sehat, efisien, merusak atau patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi selain juga hubungan individu dengan lingkungan.

Sikap Terhadap Realitas

Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas.

Berbagai tuntutan realitas, adanya pembatasan, aturan, norma-norma menuntut individu untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dan realitas. Jika individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan itu, akan muncul situasi konflik, tekanan, dan frustasi. Dalam situasi seperti ini, organisme didorong untuk mencari perbedaan perilaku yang memungkinkan untuk membebaskan diri dari ketegangan.

Pola Dasar Penyesuaian Diri.

Pola dasar penyesuaian diri ini berhubungan dengan bagaimana cara individu untuk mengatasi berbagai ketegangan ataupun frustasi yang dialaminya karena adanya suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang diajukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya maka proses penyesuaian diri menurut Sunarto (dalam Ali, 2006), sebagai berikut:

1. Mula-mula individu, di satu sisi, memiliki dorongan keinginan untuk memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi lain mendapat peluang atau tuntutan dai luar dirinya sendiri.

2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan perasaan.

3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.

4. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes, dan tidak kaku sehingga menimbulkan rasa aman, tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan.

5. Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan, tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika lingkungan.

6. Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya.

7. Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stres secara wajar, sehat, dan manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam.

8. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki tindakan-tindakan yang sudah tidak sesuai lagi.

9. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta selaras dengan hak dan kewajibannya.

10. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sediri, orang lain, dan segala sesuatu di luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian.

Bentuk-bentuk Penyesuaian Sosial

Menurut Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006), penyesuaian sosial sama dengan kemampuan atau kapasitas untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada kenyataan sosial, situasi sosial dan hubungan sosial. Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006) mengemukakan beberapa ciri orang dengan penyesuaian diri yang baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Bentuk penyesuaian diri sosial dibagi tiga:

Penyesuaian diri di lingkungan keluarga

Adapun ciri-ciri penyesuaian diri yang baik di lingkungan keluarga adalah sebagai berikut :

a. Relasi yang baik antara anggota keluarga

b. Mau menerima otoritas orang tua

c. Kemampuan menerima tanggung jawab keluarga dan menerima batasan-batasan dalam tingkah laku

d. Membantu keluarga untuk meraih tujuan individu atau kelompok

e. Bebas dari pengaruh keluarga secara bertahap dan hidup mandiri

Penyesuaian diri di lingkugan sekolah

Adapun ciri-ciri penyesuaian diri yang baik di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut :

a. Mau menerima dan menghormati otoritas (tata tertib sekolah)

Menerima wewenang dan peraturan dari kepala sekolah dan guru tanpa disertai rasa marah ataupun rasa enggan.

b. Mampu menjalin hubungan dengan teman dan guru

Mempunyai relasi yang baik dengan teman, guru dan orang-orang di lingkungan sekolah tanpa diwarnai perasaan yang kurang baik seperti kebencian, iri hati dan penolakan.

c. Mau menerima tanggung jawab sebagai murid maupun sebagai bagian dari institusi, dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan perannya sebagai murid dan mampu menjaga nama baik sekolah.

d. Tertarik dan mau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah

Mau melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan yang diadakan pada lingkungan sekolah serta adanya keinginan diri ikut aktif dalam aktivitas tersebut.

Penyesuaian diri di lingkungan masyarakat

Penyesuaian diri yang baik di lingkungan masyarakat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Keinginan untuk mengenal dan menghormati hak-hak orang lain yang berbeda dengan dirinya dan tidak melanggar hak orang lain serta tidak mengutamakan dan memaksakan diri sendiri.

b. Melibatkan diri dalam relasi dengan orang lain dan mengembangkan persahabatan, tidak menciptakan suasana yang dapat mengakibatkan kesalahpahaman dengan orang lain dan mengembangkan keinginan untuk bersahabat dengan orang lain.

c. Minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain.

d. Sifat murah hati dan altruisme

e. Menghargai nilai-nilai dan integritas hukum, tradisi dan kebiasaan masyarakat. Menerima aturan yang ada, tidak hanya sekedar mengikutinya tanpa mengerti maksud aturan tersebut, memperhatikan baik buruknya nilai yang berlaku di masyarakat.

Penyesuaian Diri yang Baik (Well Adjustment)

Menurut Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006), seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik (welladjusted person) jika mampu melakukan respon-respon yang matang, efesien, memuaskan dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukannya sesuai dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok antar individu, dan hubungan antarindividu dengan penciptaNya. Bahkan dapat dikatakan bahwa sifat sehat ini adalah gambaran karakteristik yang paling menonjol untuk melihat atau menentukan bahwa suatu penyesuaian diri itu dikatakan baik.

Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.

Penyesuaian Diri yang Buruk (Maladjustment)

Individu dikatakan tidak berhasil atau gagal dalam menyesuaikan diri apabila ia tidak mampu mengatasi berbagai konflik yang dihadapinya sehingga dapat menimbulkan frustasi pada dirinya. Frustasi ini dapat terjadi pada diri individu apabila tuntutan hidup dapat membebani individu tersebut, karena ia tidak dapat menentukan cara yang sesuai untuk mengatasi masalah atau tuntutan tersebut, sehingga hal ini akan mengganggu efektivitas penyesuaian dirinya (Schneiders, 1964).

Ketidakefektifan penyesuaian diri dapat terjadi karena beban kerja yang dirasakan berat dan sangat menuntut perhatian individu. Kondisi yang berat ini kadang-kadang membuat individu bertindak secara tidak rasional dan kondisi tersebut sering mendorong individu melakukan usaha yang tidak realistis yang bertujuan agar individu lepas dari beban atau masalah yang dihadapinya. Akan tetapi tidak selamanya kondisi yang dirasakan berat atau stres berat akan menimbulkan tingkah laku yang maladjusted, kadang-kadang stres dapat membangkitkan kekuatan yang luar biasa dan cara-cara yang efektif dalam peyesuaikan diri.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Penyesuaian Diri: Teori, Pengertian/Definisi, Faktor, Proses, Bentuk, Penyesuaian Diri yang Baik dan Buruk. Semoga bermanfaat.
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar