Persepsi Sosial - Pengertian, Faktor-faktor, dan Proses

Daftar Isi
Persepsi Sosial - Pengertian, Faktor-faktor, dan Proses - Masih dalam lingkup psikologi sosial, pada artikel ini Universitas Psikologi akan membahas beberap hal terkair persepsi sosial. Pembahasan akan meliputi pengertian, faktor-faktor, dan proses terbentuknya persepsi sosial. Dengan artikel ini anda akan dapat mendalami hal-hal seputar persepsi sosial.

Persepsi sosial merupakan proses yang digunakan untuk mengetahui dan memahami orang lain. Pengetahuan akurat tentang orang lain akan sangat berguna untuk mengatur hubungan saling interaksi. Dalam hubungan social, persepsi social dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk mempermudah dan mengatur hubungan seseorang dengan orang lain. Selain bermanfaat, persepsi social terkadanga dapat juga menimbulkan masalah berkenaan dengan kesalahan persepsi. Kesalahan persepsi itu terutama karena terlalu sempitnya sudut tinjauan individu dalam mencoba memahami dan menilai orang lain.

Persepsi sosial dalam arti mengenali dan mengerti orang lain, merupakan aktivitas yang sangat kompleks karena orang lain juga merupakan sesuatu yang kompleks. Tidak mudah mengenali orang lain karena selain karakteristik yang dimiliki setiap orang sangat banyak, orang juga tidak selalu menampilkan diri apa adanya dan bisa jadi menyembunyikan apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Namun, meskipun persepsi sosial merupakan tugas yang sangat kompleks kegiatan ini merupakan hal yang perlu dan harus kita lakukan karena peran orang lain sangat penting dalam hidup kita. Di mana pun kita berada, kita selalu berada bersama orang lain. Dunia manusia adalah dunia bersama dan unutk hidup di situ kita harus juga berhubungan erat serta mengerti orang lain.

Persepsi sosial juga berhubungan erat dengan kesehatan mental. Kesehatan mental salah satunya ditandai oleh fungsi sosial dari individu. Fungsi sosial mensyarakatkan kemampuan untuk mengenali keadaan emosional diri sendiri dan orang lain, sehingga diperlukan juga kemampuan menganalisis ekspresi wajah. Sangat rendahnya kemampuan mengenali keadaan emosi melalui ekspresi wajah merupakan karakteristik utama pada penderita skizofrenia (Baudouin & Nicolas Franck, 2008). Defisit kemampuan kita itu tampak ketika perasaan dikomunikasikan baik Damelalui ekspresi wajah maupun melalui modalitas lainnya.

Persepsi Sosial - Pengertian, Faktor-faktor, dan Proses
image sourece: persepsi(dot)com 
Baca juga: Aspek-aspek Kognisi Sosial dan Pengertiannya

Pengertian Persepsi Sosial

Persepsi sosial adalah proses (aktif) untuk memahami orang lain, di mana mereka sebelumnya sudah memiliki dan mendapatkan skema-skema atau informasi tentang keadaan sosial yang terekam di dalam memori, yang kemudian diolah atau dibayangkan kepada suatu objek. Proses ini juga bisa mempengaruhi hasil jika ternyata nilai-nilai yang ada sebelumnya (skema-skema yang ada sebelumnya) ternyata berbeda dengan keadaan realitas yang mereka temukan atau alami.

Dalam psikologi, persepsi secara umum merupakan proses pemerolehan, penafsiran, pemiliihan dan pengaturan informasi indrawi. Persepsi sosial dapat diartikan sebagai proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi tentang orang lain. Apa yang diperoleh, ditafsirkan, dipilih dan diatur adalah informasi indrawi dari lingkungan sosial serta yang menjadi fokusnya adalah orang lain.

Teori-teori dan penelitian sosial berurusan dengan kodrat, penyebab-penyebab dan konsekuensi dari persepsi terhadap satuan-satuan sosial, seperti diri sendiri, individu lain, kategori-kategori sosial dan kumpulan atau kelompok tentang seseorang tergabung atau kelompok lainnya. Persepsi sosial juga merujuk pada bagaimana orang mengerti dan mengategorisasikan dunia. Seperti persepsi lainnya, persepsi sosial merupakan sebuah konstruksi. Sebagai hasil konstruksi, pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dari persepsi sosial tidak selalu sesuai dengan kenyataan.

Isi dari persepsi sosial bisa berupa apa saja. Atribut-atribut individual dapat mencakup kepribadian, sifat-sifat, disposisi tingkah laku, karakteristik fisik, dan kemampuan menilai. Atribut-atribut kelompok dapat mencakup property-properti seperti ukuran, kelekatan, sifat-sifat budaya, pola stratifikasi, pola-pola jaringan, legitimasi, dan unsur-unsur sejarah. Akan tetapi, ruang lingkup persepsi sosial biasanya ditekankan pada sisi mikro, terarah kepada penyimpulan individual berkaitan dengan karakteristiknya sendiri atau karakteristik individu lain.

Lebih khusus lagi, dengan persepsi sosial kita berusaha:
  • Mengetahui apa yang dipikirkan, dipercaya, dirasakan, dikehendaki dan didambakan orang lain 
  • Membaca apa yang ada di dalam diri orang lain berdasarkan ekspresi wajah, tekanan suara, gerak-gerik tubuh, kata-kata dan tingkah laku mereka 
  • Menyesuaikan tindakan sendiri dengan keberadaan orang lain berdasarkan pengetahuan dan pembacaan terhadap orang tersebut. 

Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Sosial

Robbin (1989 dalam Hanurawan, 2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa factor utama yang memberi pengaruh terhadap pembentukan persepsi social. Faktor-faktor itu adalah:

Factor penerima ( the perceiver)

Tidak dapat disangkal bahwa pemahaman suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang pengamat. Diantaranya adalah konsep diri, nilai, sikap, pengalaman masa lalu dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri tinggi akan cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif dan optimistic. Orang yang memegang nilai dan sikap otoritarian tentu akan memiliki persepsi social yang berbeda dengan orang yang memegang nilai dan sikap liberal. Pengalaman di masa lalu sebagai bagian dasar informasi juga menetukan pembentukan persepsi seseorang. Demikian pula harapan-harapan sering memberi semacam kerangka dalam diri seseorang untuk melakukan penilaian orang lain.

Factor situasi (the situation)

Pengaruh factor situasi dalam proses persepsi social dapat dibagi menjadi tiga yaitu seleksi, kesamaan dan organisasi. Secara alamiah sesorang akan lebih memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang dianggap lebih disukai daripada obyek-obyek yang tidak disukai. Hal ini sering disebut dengan seleksi informasi tentang keberadaan suatu obyek baik fisik maupun social. Yang kedua, kesamaan. Kesamaan adalah kecenderungan dalam proses persepsi sosila untuk mengklasifikasikan orang-orang ke dalam suatu kategori yang kurang lebih sama. 

Pada konteks relasi social dengan orang lain seringkali individu mengelompokkan orang lain ke dalam stereotype tertentu seperti berdasar pada latar belakang jenis kelamin, status social dan etnik. Kemudian unsur ketiga dalam factor social adalah organisasi perseptual. Dalam proses persepsi social, individu cenderung untuk memahami orang lain sebagai obyek persepsi ke dalam system yang bersifat logis, teratur dan runtut. Pemahaman sistematik semacam itu biasa disebut dengan organisasi perseptual. Apabila sesorang menerima informasi maka ia mencoba untuk menyesuaikan informasi itu ke dalam pola-pola yang telah ada.

Pada suatu situasi (tempat suatu stimulus yang muncul), memiliki konsekuensi bagi terjadinya interpretasi-interpretasi yang berbeda. Interpretasi itu menunjukkan hubungan diantara manusia dengan dunia stimulus. Cara individu mendefinisikan suatu situasi memiliki konsekuensi terhadap dirinya sendiri maupun terhadap perilaku orang lain. Misalnya sebuah universitas sebagi sebuah institusi akan dapat diinterpretasi secara berbeda oleh mahasiswa, dosen, sopir angkot, pegawai dan penjaja makanan.

Faktor obyek sasaran (the target)

Beberapa ciri yang terdapat dalam diri obyek sangat memungkinkan untuk dapat memberi pengaruh yang menentukan terhadap terbentuknya persepsi social. Ciri pertama yang dapat menimbulkan kesan pada target adalah keunikan (novelty). Ciri-ciri unik yang terdapat dalam diri seseorang salah satu unsur penting yang menyebabkan orang lain merasa tertarik untuk memusatkan perhatiannya sehingga lebih mudah dipersepsi keberadannya. Ciri kedua adalah kekontrasan. Seseorang akan lebih mudah oleh orang lain terutama apabila ia memiliki karakteristik berbeda dibanding lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya.

Misalnya seseorang yang berkulit hitam tinggal di lingkungan yang sebagian besar berkulit putih. Ciri ketiga adalah ukuran dan intensitas dala diri obyek. Misalnya seorang miss world yang cantik akan lebih mudah menimbulkan kesan pada orang lain dibanding gadis-gadis pada umumnya. Ciri keempat adalah kekompakan (proximity) obyek dengan latar belakang social orang lain. Kecenderungan mengklasifikasikan dengan ciri-ciri yang sama karena hubungan kedekatan. Misalnya dosen ekonomi diklasifikasikan sebagai seseorang yang memiliki sifat ekonomis, efisien dan sebagainya.

Persepsi Sosial Sebagai Proses

Proses persepsi sosial dimulai dari pengenalan terhadap tanda-tanda nonverbal atau tingkah laku nonverbal yang ditampilkan orang lain. Tanda-tanda nonverbal ini merupakan informasi yang dijadikan bahan untuk mengenali dan mengerti orang lain secara lebih jauh. Dari informasi-informasi nonverbal, kita membuat penyimpulan-penyimpulan tentang apa kira-kira yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Kemudian, ungkapan-ungkapan verbal melengkapi penyimpulan-penyimpulan dari tanda-tanda nonverbal.

Dengan menggunakan informasi-informasi dari tingkah laku nonverbal dan verbal, kita membentuk kesan-kesan tentang orang lain. Kita bisa mendapatkan kesan apakah orang lain yang kita temui ramah, baik hati, judes, pelit, pemarah, pintar, dan sebagainya. Kesan-kesan itu tidak bisa kita kenali secara sendiri-sendiri, melainkan kita perbandingkan satu sama lain untuk mendapatkan kesan yang lebih menyeluruh tentang orang lain. Asch (1946) menunjukkan bahwa orang melakukan persepsi terhadap sifat-sifat dalam hubungannya satu sama lain sehingga sifat-sifat itu dipahami sebagai bagian yang terintegrasi dengan kepribadian orang-orang yang memilikinya. Sekali kita membentuk kesan tentang orang lain, kita cenderung tidak suka mengubahnya bahkan jika kita menenukan fakta yang bertentangan dengan kesan itu.

Persepsi sosial merupakan proses yang berlangsung pada diri kita untuk mengetahui dan mengevaluasi orang lain. Dengan proses ini, kita membentuk kesan tentang orang lain. Kesan yang kita bentuk didasarkan pada informasi yang tersedia di lingkungan, sikap kita terdahulu tentang rangsang-rangsang yang relevan dan mood kita saat ini. Manusia cenderung beroperasi di bawah bias-bias tertentu keitka membentuk kesan tentang orang lain. Contohnya, ketika cenderung berpersepsi bahwa orang yang berpakaian rapi sebagai orang baik (baik hati, dermawan atau menyenangkan) daripada orang yang pakaiannya berantakan.

Dalam psikologi sosial, kecenderungan menilai baik orang lain dari penampilannya terdahulu yang dianggap baik disebut dengan efek halo. Di ini lain, kita juga bisa menilai orang yang berpakaian tidak rapi, mempunyai rambut gondrong dan acak-acakan, serta cara bicara yang apa adanya sebagai orang yang tidak baik, sembarangan, atau tidak berpendidikan. Apa yang ditampilkan orang lain secara fisik mempengaruhi cara kita menilai aspek psikologisnya. Meskipun kecenderungan ini tidak serta merta memberikan pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang orang lain, orang-orang cenderung mempertahankannya sebab setiap orang membutuhkan pegangan dan petunjuk tentang siapa yang lain yang sedang dihadapinya.

Tingkah Laku dan Komunikasi Non Verbal

Persepsi sosial terjadi ketika kita menangkap stimulus sosial, baik melalui pengindraan maupun komunikasi nonverbal (ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh, gerakan atau sentuhan). Ketika kita ingin mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain, kita berusaha menemukan informasi-informasi tentang orang lain. Bisa saja kita bertanya kepada orang lain tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Akan tetapi, cara initidak selalu memberikan hasil yang tepat. Orang bisa saja mengatakan sesuatu yang berbeda, bahkan bertentangan dari yang dialaminya. Apalagi jika orang lain itu adalah orang yang baru kita kenal.

Orang-oran cenderung tidak menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain yang baru dikenalnya. Mereka bahkan berusaha menutupi atau membantah informasi tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya, terutama pada saat mereka merasa emosi negatif. Usaha untuk menutupi dan menyembunyikan perikiran dan perasaan juga dilakukan pada orang-orang yang melakukan kejahatan. Usaha untuk menyembunyikan apa yang dipikirkan dan dirasakan hamper selalu ditampilkan orang-orang yang sedang melakukan negosiasi, juga pada orang yang sedang berjudi. Kita tidak dapat mengandalkan informasi verbal mereka untuk mengetahui serta mengerti apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Apa yang mereka katakan, tidak jarang bertolak belakang dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.

Dalam keadaan seperti itu, untuk memahami orang lain kita mengendalkan informasi yang ditampilkan oleh penampilan fisik mereka; kita mencoba mengenali mereka melalu tingkah laku nonverbal mereka, seperti perubahan ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh dan gerakan badan. Tingkah laku nonverbal dapat membantu kita untuk mencapai beragam tujuan (Patterson, 1983), sebagai berikut:
  • Tingkah laku nonverbal menyediakan informasi tentang perasaan dan niat secara ajek. Contohnya, emosi sedih yang dialami seseorang dapat dikenali dari ekspresi wajanya meskipun orang itu menyatakan ia tidak sedang sedih 
  • Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk mengatur dan mengelola interaksi. Sebagai contoh, dalam kegitan diskusi, ekspresi wajah atau seseorang yang mengangkat tangan dapat menjadi tanda bahwa orang itu hendak ikut berbicara dalam diskusi sehingga peserta diskusi lainnya dapat member kesepatan padanya. 
  • Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menangkap keintiman, misalnya melalui sentuhan, rangkulan dan tatapan mata. 
  • Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menegakkan dominasi atau kendali, seperti kita kenal dalam ancaman nonverbal seperti mata melotot, rahang yang dikatupkan rapat-rapat dan gerakan-gerakan yang diasosiasikan sebagai tindakan agresif tertentu. 
  • Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menfasilitasi pencapaian tujuan, dengan menunjuk, member tanda pujian dengan mengangkat jempol dan menampilkan senyum sebagai tanda memberi dukungan positif. 
Dari penampilan fisik tersebut, kita mengenai tanda-tanda nonverbal untuk mencari tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Di sisi lain, orang lain juga mencoba mengenali kita melalui tingkah laku nonverbal. Aktivitas saling mengenali melalui tingkah laku nonverbal itu disebut sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal didefinisikan sebagai cara orang berkomunikasi tanpa kata-kata, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam komunikasi nonverbal, kita mencermati tekanan suara, sentuhan, gesture (gerakan-gerakan tubuh), ekspresi wajah, dan tanda-tanda nonverbal lainnya. Tingkah laku nonverbal digunakan untuk mengungkapkan emosi, menunjukkan sikap, mengomunikasikan sifat-sifat kepribadian, dan menfasilitasi atau memperbaiki komunikasi verbal.

Dalam keseharian sehari-hari, kita sering melakukan komukikasi nonverbal. Contohnya, saat melewati rumah tetangga dan orangnya sedang duduk diteras depan, kita tersenyum kepadanya dan ia juga membalas senyum. Di situ kita telah melakukan komunikasi nonverbal dengan tetangga kita. Orang juga sering menggunakan komunikasi nonverbal pada saat tertarik kepada lawan lain untuk menunjukkan kekaguman atau kepedulian merupakan tanda-tanda nonverbal yang sering digunakan dalam komunikasi non verbal.

Penelitian-penelitian tentang tingkah laku dan komunikasi nonverbal banyak dilakukan oleh psikolog sosial (diantaranya Ekman & Frieson, 1974; Izard, 1991; Keltner, 1995; Forest & Fieldman, 2000; Neumann & Strack, 2000; DePaulo et al, 2003). Dari penelitian-penelitian itu diperoleh pemahaman bahwa tanda-tanda nonverbal yang ditampilkan orang lain dapat mempengaruhi perasaan kita, bahkan ketika kita tidak member perhatian kepada hal itu secara sadar: Pengaruh tanda-tanda nonverbal bekerja meskipun kita tidak memfokuskan atau memikirkannya. Contohnya, ketika kita tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang menampilkan ekspresi wajah marah dan tekanan suara yang tinggi, ktia bisa dengan tiba-tiba juga menampilkan ekspresi wajah marah atau kesal dan tekanan suara kita pun meninggi. Kita bisa juga menjadi takut jika orang lain itu adalah atasan kita. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa tanda-tanda nonverbal memiliki efek penularan emosional.

Neumann dan Strack (2000) menunjukkan terjadinya penularan emosional itu melalui penelitiannya. Mereka menemukan bahwa ketika orang mendengarkan orang lain membaca pidato, tekanan suara orang yang membaca itu (senang, netral, atau sedih) dapat mempengaruhi mood atau suasana hati si pendengar meskipun si pendengar berkonsentrasi pada isi dari pidato yang dibacakan. Penularan emosional adalah sebuah mekanisme transfer perasaan yang seakan-akan berlangsung secara otomatis dari satu orang ke orang lain.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Persepsi Sosial - Pengertian, Faktor-faktor, dan Proses. Semoga bermanfaat.
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar