Cara Menciptakan Manajemen Kelas dan Interaksi Antara Siswa

Daftar Isi
Cara Menciptakan Manajemen Kelas dan Interaksi antara Siswa - Guru merupakan salah satu komponen penting di sekolah yang berpengaruh besar terhadap murid. Selain menjadi sumber informasi, guru juga berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam lingkungan kelas agar siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar. Guru yang efektif tidak hanya menggunakan strategi berupa instruksi, namun mereka juga harus dapat menciptakan dan mempertahankan aktivitas yang dilakukan oleh siswa (Ormrod, 2000).
Cara Menciptakan Manajemen Kelas dan Interaksi Antara Siswa
image source: www(dot)tivitz(dot)com
Baca juga: Komponen Pendidikan Inklusif dan Anak Berkebutuhan Khusus

Menciptakan Manajemen di Kelas

Manajemen kelas atau bagaimana cara menciptakan lingkungan kelas yang kondusif untuk belajar sangat diperlukan oleh para guru untuk mendukung terjadinya interaksi antara guru dan siswa. Untuk dapat mewujudkan manajemen kelas tersebut, guru-guru dapat melakukan hal-hal di bawah ini:

a. Mengatur ruangan kelas sehingga dapat memfasilitasi adanya interaksi antara guru dan siswa

Pengaturan dalam hal ini adalah pengaturan ruangan kelas secara fisik, seperti bagaimana mengatur posisi duduk siswa, mengatur letak peralatan serta materi yang dibutuhkan. Adanya pengaturan ini akan ikut berpengaruh dalam tingkah laku siswa dan juga akan menciptakan situasi seperti:
  • Mengatur ruangan kelas agar dapat meminimalisir terjadinya keributan 
  • Mengatur ruangan kelas sehingga guru dapat lebih mudah berinteraksi dengan seluruh siswa. 
  • Guru harus dapat memperhatikan siswanya agar dapat mengetahui kesulitan apa saja yang dihadapi siswa 

b. Menciptakan iklim kelas yang efektif

Iklim kelas yang efektif atau lingkungan psikologis di dalam kelas turut mempengaruhi kesuksesan akademis secara jangka panjang. Untuk menciptakan iklim tersebut, hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru antara lain:
  • Mengkomunikasikan adanya penerimaan, penghargaan, dan perhatian terhadap siswa 
  • Menciptakan lingkungan kelas yang berfokus pada pencapaian tujuan akhir 
  • Mensosialisasikan materi pelajaran yang akan disampaikan 
  • Memberi kebebasan kepada siswa untuk mengontrol sendiri aspek-aspek dalam kehidupan kelas 
  • Menciptakan suasana yang saling menghargai, saling berbagi, dan saling mendukung satu sama lain 

c. Menciptakan batasan-batasan dalam bertingkah laku

Kelas tanpa adanya peraturan-peraturan dalam bertingkah laku yang pantas dan sesuai akan menciptakan kekacauan serta menjadi tidak produktif. Oleh karena itu, guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:
  • Membuat peraturan dan tata tertib di awal tahun pelajaran 
  • Memaparkan peraturan tersebut dengan kalimat-kalimat yang mudah diterima dan dapat dimengerti 
  • Selalu memberitahukan kepada siswa manfaat dari adanya peraturan tersebut 

d. Merancang aktifitas yang dapat membuat siswa tetap terfokus pada tugasnya

Dengan adanya rancangan aktifitas, maka guru akan memfasilitasi terjadinya proses belajar mengajar serta akan lebih memotivasi siswa untuk belajar. Cara-cara yang dapat dilakukan oleh guru-guru untuk dapat mewujudkan hal di atas, antara lain:
  • Memilih aktivitas yang sesuai dengan tingkatan akademis 
  • Menjelaskan tujuan dari aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan tersebut 
  • Memastikan agar siswa selalu terlibat aktif dalam aktivitas kelas 
  • Membuat rencana ketika terjadi peralihan dari satu aktivitas menuju ke aktivioas lainnya 

e. Selalu memantau kegiatan siswa

Seorang guru yang baik harus mengetahui apa saja yang dilakukan oleh siswanya sepanjang waktu, selama ptoses belajar mengajar berlangsung. Dengan adanya kemampuan tersebut, maka guru menjadi lebih perhatian dengan situasi yang terjadi. Sehingga apabila siswa melakukan tingkah laku yang tidak diinginkan, maka guru dapat segera mengatasinya.

Interaksi Antar Siswa

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, peran guru di tengah kelas seperti memberikan pelajaran dan menjawab pertanyaan murid sudah tidak diragukan lagi. Akan tetapi, selain dari guru, siswa juga dapat memperoleh pengetahuan dari interaksi antara sesama siswa.

Ada beberapa model belajar melalui interaksi antar siswa atau belajar dalam kelompok, yaitu antara lain:
  • Cooperative learning 
  • Diskusi kelas 
  • Peer Tutoring (Ormrod, 2000) 

Melalui kegiatan belajar tersebut, murid belajar aktif untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Dalam suatu diskusi kelas, murid dapat berbicara, bertanya, dan mengemukakan ide mereka secara bebas. Diskusi kelas mengajak murid untuk lebih aktif dibandingakn dengan metode lainnya. Menurut pandangan psikologi kognitif dalam Ormrod, 2000, belajar melalui sesama siswa memiliki keuntungan tersendiri, antara lain:
  • Mendorong siswa untuk mengelaborasikan apa yang telah dipelajari dengan bantuan sesama siswa. 
  • Membantu siswa menemukan adanya kesenjangan dan ketidakkonsistenan dalam pemikiran mereka. 
  • Membantu murid untuk melihat pandangan lain dari sesama murid sehingga murid dapat memahami topik lebih baik setelah mengikuti diskusi. 

Diskusi dapat dilakukan dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran IPA, murid dapat berdiskusi tentang teori-teori mengenai fenomena alam. Sehingga murid dapat melihat bahwa IPA bukanlah sesuatu yang kaku, melainkan dinamis dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam peljaran matematika, diskusi yang menitikberatkan pada pendekatan alternatif untuk menyelesaikan suatu masalah dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip-prinsip matematika dan dapat mendorong terciptanya transfer dari prinsip-prinsip tersebut ke dalam situasi dan masalah baru.

Siswa cenderung untuk berbicara secara terbuka dihadapan sebagian dari teman sekelasnya daripada harus berbicara di depan seluruh teman sekelasnya. Perbedaan ini tampak nyata pada siswa perempuan (Theberge, 1945, dalam Ormrod, 2000).

Cooperative learning adalah suatu pendekatan ketika siswa bekerja dalam kelompok yang kecil untuk membantu satu dengan yang lain (Ormrod, 2000). Dalam cooperative learning, murid harus saling membantu satu dengan yang lain untuk belajar, sehingga mereka dapat memperoleh ide dan strategi yang lebih baik apabila dibandingkan jika mereka belajar secara individu.

Keuntungan cooperative learning dari sisi kogntif adalah pemahaman yang lebih baik terhadap topic pelajaran, menyadari adanya kekeliruan dalam pemahaman, dan juga memperluas cara pandangan murid. Sedangkan dari sisi social kognitif adalah siswa memiliki self-efficacy yabg lebih tinggi dalam mengerjakan tugas ketika tahu bahwa mereka harus membantu teman yang lain dalam menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu, siswa juga belajar mengenai model-model belajar yang efektif dan strategi pemecahan masalah melalui teman-temannya (Ormrod, 2000).

Peer tutoring adalah belajar melalui sesama siswa yang lebih menguasai suatu materi permasalahan dengan siswa lain yang tidak terlalu menguasasi materi permasalahan tersebut (Ormrod, 2000). Keuntungan dari peer tutoring adalah mendorong siswa untuk mengorganisasikan dan mengelaborasikan materi yang telah dipelajari sebelumya, sehingga materi tersebut dapat dimengerti oleh orantg lain. Selain itu, peer tutoring memiliki keuntungan non akademis, seperti meningkatkan hubungan pertemanan di antara siswa dengan latar belakan yang berbeda (Ormrod, 2000).

Efektivitas Proses Belajar Mengajar

Untuk menunjang efektivitas proses belajar mengajar, suatu sekolah dapat menerapkan beberapa metode pengajaran agar siswa-siswa dapat menyerap informasi dengan lebih baik. Masing-masing metode pengajaran ini memiliki nilai positif dan tujuan tertentu yang sesuai utnuk digunakan dalam situasi tertentu pula. Metode-metode pengajaran tersebut adalah ceramah, diskusi, dan cooperative learning.

a. Ceramah

Metode ceramah adalah suatu metode yang mendapat banyak kritikan, karena disebut sebagai anakronisme, yaitu mendorong timbulnya peran yang pasif dari para murid dalam proses belajar mengajar (Gage & Berliner, 1992). Namun, ada argumen lain yang membantah pendapat tersebut. Siswa yang tidak memberikan respon saat metode ceramah berlangsung, mungkin saja sedang berusaha keras untuk mencerna materi dan berusaha untuk memahami fakta, bukti, serta kelogisan argument yang disampaikan ol;eh guru (Gage & Berliner, 1992).

Pada dasarnya, metode ceramah ini memiliki banyak nilai positif. Diantaranya (Gage & Berliner, 1992) adalah:
  • Siswa mendapatkan pengetahuan dari sebuah sumber atau perantara yang hidup. 
  • Guru dapat menjelaskan materi secara lebih lengkap dan dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh siswa daripada yang terdapat di dalam buku. 
  • Guru dapat menambahkan dan melengkapi materi dengan pengetahuannya pribadi ataupun mengambil dari sumber lain seperti buku, jurnal, dan internet. 
  • Metode ceramah adalah suatu metode yang ringan dalam biaya, tidak memerlukan banyak peralatan, serta cukup fleksibel, karena seorang guru dapat memberikan ceramah pada sejumlah besar siswa dalam satu ruangan kelas dan tidak memerlukan waktu yang lama. 

Agar metode ceramah ini dapat mencapai tujuan secara optimal, maka sebaiknya metode ini digunakan pada kondisi-kondisi sebagai berikut (Gage & Berliner, 1992):
  • Tujuan dasar dari pengajaran adalah mentransfer informasi. 
  • Informasi tidak tersedia di tempat lain. 
  • Informasi harus disampaikan secara sistematis. 
  • Siswa hanya perlu mengingat informasi dalam rentang waktu singkat tertentu. 

Sedangkan metode ceramah ini tidak sesuai diterapkan pada kondisi-kondisi (Gage & Berliner, 1992):
  • Informasi harus diingat oleh siswa dalam kurun waktu yang lama. 
  • Materi bersifat kompleks dan abstrak 
  • Partisipasi murid mutlak dibutuhkan agar tujuan pengajaran berhasil 
  • Tujuan pengajaran adalah pencapain level kognitif yang lebih tinggi (seperti dapat melakukan analisa, sintesa, dan evaluasi). 

b. Diskusi

Metode ini dilakukan dengan memecah murid ke dalam kelompok-kelompok kecil dan mereka dapat berinteraksi satu sama lain. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas kritik yang diterima oleh metode ceramah.

Metode diskusi ini memiliki beberapa tujuan dasar. Diantaranya adalah sebagai berikut (Gage & Berliner, 1992):
  • Mendorong kemampuan untuk berpikir kritis 
  • Siswa dapat belajar untuk mendukung opininya dengan penjelasan yang berdasarkan fakta-fakta, konsep, serta prinsip-prinsip tertentu. 
  • Mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam diskusi 
  • Siswa belajar untuk mendengarkan pendapat orang lain dan mengevaluasi argumen mereka tanpa melibatkan emosi. 
  • Siswa belajar untuk dapat tetap fokus terhadap suatu topik. 
  • Siswa belajar untuk memiliki pendapat sendiri dan tidak hanya sekedar melakukan konformitas. 
  • Membandingkan metode diskusi dengan ceramah, didapati bahwa diskusi akan lebih efektif dalam proses pemahaman konsep serta mengembangakn keterampilan problem solving. Namun karena proses penyampaian informasi membutuhkan waktu yang lebih lama, maka dalam proses transfer informasi metode ceramahlah yang dirasakan lebih efektif. 

c. Cooperative Learning

Metode ini dilakukan dengan cara memecah siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang.. Kemudian guru memberikan tugas yang harus diselesaikan atau dibahas bersama. Setiap anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain (Ormrod, 2000). Hal ini memberikan suatu nilai positif karena membiasakan siswa untuk bekerja bersama, sehingga dapat mengurangi prasangka antar individu, antar kelompok, maupun antar etnik.

Menurut Heath, 1996, dalam Gage & Berliner, 1992, perbedaan kebudayaan antara rumah dan sekolah sering kali menjadi sebab dari prestasi akdemik yang rendah serta angka drop out yang tinggi bagi kaum minoritas di Amerika Serikat. Hal ini membuktikan bahwa pengajaran kepada siswa mengenai kebudayaan lain akan sangat membantu mereka dalam berinteraksi dengan individu lain yang berasal dari budaya yang berbeda dengan siswa tersebut. Cooperative learning adalah salah satu metode yang dapat ditempuh oleh suatu sekolah untuk memecahkan masalah di atas,

Karakteristik Guru

Guru yang efektif mempunyai penguasaan yang baik terhadap subjek pelajaran dan mempunyai kemampuan yang baik dalam mengajar subjek tersebut kepada siswanya. Mereka mempunyai strategi instruksional yang baik dengan didukung oleh metode penetapan tujuan (goal setting), rencana instruksional, dan manajemen kelas yang baik pula. Mereka juga tahu bagaimana cara untuk memotivasi, berkomunikasi, dan bekerja secara efektif dengan siswa-siswanya, yang sering kali berasal dari latar kebudayaan yang berbeda-beda. (Santrock, 2001).

"Guru yang baik adalah guru yang melakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian siswa. Terkadang kita mulai mempelajari sesuatu tanpa kita menyadarinya. Guru yang baik adalah guru yang melakukan hal-hal yang mendorong kita untuk berpikir" (Nikola-Lisa & Burnaford, 1994, dalam Santrock, 2001).

Lingkungan Sosial dan Fisik

Selain hal-hal yang telah dijelaskan di atas, ada hal lain yang dibutuhkan oleh sebuah sekolah agar proses belajar mengajar berjalan lebih efektif, yaitu lingkungan sosial dan fisik yang memadai serta terawat dengan baik.

Salah satu perwujudan dari lingkungan ssosial dan fisik adalah fasilitas sekolah, yang mencakup sarana beserta prasarana fisik yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:

a. Tempat ibadah

Apabila di sebuah sekolah tidak tersedia sarana ibadah yang baik dan terawat, maka hal tersebut dapat menajadi salah satu faktor berkurangnya iman para siswa terhadap agama yang dianutnya. Selain itu, hal tersebut juga dapat mengakibatkan siswa-siswa malas beribadah dan lebih mengutamakan hal-hal duniawi. Hal ini akan jauh sekali dari harapan yang ditanamkan selama ini, yaitu bahwa belajar dan berdoa berjalan seiringan, sehingga dapat menjamin keberhasilan seorang siswa dalam menempuh proses pendidikannya.

b. Kantin

Keadaan kantin yang tidak bersih dengan variasi makanan yang monoton akan membuat siswa mencari alternatif tempat makan lain di luar lingkungan sekolah. Hal ini akan berdampak pada keterlambatan siswa untuk masuk ke jam pelajaran berikutnya , sehingga dapat merugikan dirinya sendiri dan juga guru serta teman-teman lainnya yang merasa terusik dengan kehadirannya yang terlambat memasuki kelas.

Akan tetapi, keadaan kantin yang terlalu nyaman juga dapat berdampak negatif, yaitu mendorong siswa untuk bolos dari jam mata pelajaran. Oleh karena itu, dalam membangun kantin, pihak sekolah harus memperhitungkan hal-hal seperti di atas, agar dapat meminimalisir terjadinya dampak-dampak negatif terhadap siswa .

c. Keamanan sekolah

Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan tentunya menjadi harapan semua orang yang berada di sekitar lingkungan tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka peran serta seluruh warga sekolah sangat diperlukan, dan tidak hanya bergantung pada tenaga keamanan yang khusus disediakan oleh pihak sekolah, seperti satpam atau penjaga sekolah.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Cara Menciptakan Manajemen Kelas dan Interaksi antara Siswa. Semoga bermanfaat.
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar